Kecelakaan
Tunggal dan Pertolongan Tuhan yang Sungguh Nyata
(kisah
nyataku, oleh Laura Pohan)
Pernahkah
kamu menyadari bahwa kamu bisa saja sudah tidak berada di dunia ini? Tapi
kenyataannya kamu masih ada di dunia ini?
Aku pernah. Dua kali.
“Bruakkkkkk!!”
Sepeda motor itu kehilangan keseimbangan.
Untuk beberapa detik aku berusaha menyeimbangkan laju kecepatan itu, tapi....
apa daya. Daguku terhantam dengan kerasnya dan sesaat semua gelap. Sakit dan
nyeri yang teramat sangat membuatku hilang sadar. Gelap....hilang...dan pasrah.
Di tengah jalan. Ya Tuhan, inikah akhir hidupku? Alam bawah sadarku memanggil.
Ah....
suara-suara itu begitu ributnya. Seakan ada banyak sekali orang.
Sempat-sempatnya pun mereka mengomentari kalau badanku cukup berat. Mereka memanggil-manggil temannya hingga
badanku terasa terangkat dan dibawa ke pinggir jalan. Aku seumur hidup pun
belum pernah pingsan. Jadi aku menyadari bahwa saat aku tak sanggup membuka
mata, aku masih bisa mendengar suara banyak orang. Siapapun. Dengan jelas.
Momen
di mana kamu menyadari kalau akhir hidup orang tidak ada yang bisa menentukan,
hanya Bapa di Surga. Momen di mana kamu sadar kalau Tuhan mau panggil kamu saat
itu juga pasti bisa. Kecuali....memang ada yang perlu kamu selesaikan di muka
bumi ini. Untuk kemuliaan namaNya.
Pasrah,
aku membuka mata dengan sangat pelan. Nyeri yang teramat sangat membuatku tidak
berdaya lagi. Seseorang meminjam lap serbet dari warung dan mengangsurkannya ke
aku untuk menutupi luka di dagu. Darah merembes turun ke kerah bajuku, dan juga
memercik ke kaca helm. Celanaku robek dan nyeri teramat sangat bagian lengan
kanan dan kaki kiri. Aku dibaringkan di kursi panjang kayu depan warung.
Seorang
ibu yang tak dikenal memegang handphone-
ku sembari menanyakan siapa orang yang bisa dihubungi. Lalu menanyakan
pertanyaan seperti mau dibawa ke mana? Mau dibawa ke klinik atau puskesmas? Di
antara sadar dan tidak sadar, hanya menjawab satu dan dua kata saja sudah
terasa sangat berat.
“Ngga
ada yang angkat, mba....ada nomor lain?”
“Sudah
bawa saja langsung ke puskesmas. Kalau dibiarkan terlalu lama, pendarahannya
bisa bahaya.”
“Mba
bisa jalan kan? Ayo kubonceng ke puskesmas yang paling dekat.”
Aku
dibantu untuk duduk dengan perlahan-lahan dan dengan tertatih-tatih duduklah aku
menuju sepeda motor itu. Kaki rasanya kaku sekali, dan lututku rasanya nyeri.
Tangan kiriku terus memegangi kain yang menutup luka robek di dagu. Kain yang
sudah bersimbah darah.
Sepanjang
perjalanan aku hanya menunduk....pusing. Aku sudah tidak tahu akan dan hendak
dibawa ke mana. Pasrah....Aku tidak menyadari kalau ada pasangan suami istri
beserta anak mereka yang kecil mengikuti motorku, untuk membantu mengawasi.
Aku
menjejak turun dari motor. Setiap langkah terasa sangat berat, ibu yang baik
hati itu memegang tanganku. Kurasakan tatapan mata banyak orang mengikutiku.
Pasti keadaanku sudah sangat buruk sampai mata mereka terlihat sangat prihatin
dan penasaran. Mungkin aku juga kalau di posisi mereka dengan melihat diriku
sendiri, akan memberikan tatapan yang sama. Tatapan iba bercampur ingin tahu.
Dokter
yang baik hati mengijinkan aku masuk ke ruangannya saat mereka sedang istirahat
siang. Dia memakai jas putihnya lagi dan dengan cekatan memeriksa seluruh
lukaku. Mulai dari dagu, lengan hingga kaki kanan dan kiri. Dengan sigap, dia
membius kulit di sekitar daguku hingga terasa kebas. Aku pun tidak merasakan
apa-apa lagi, kecuali di jahitan terakhir karena memang daerah situ sungguh
sensitif katanya. Luar biasa dokter di puskesmas Jatiasih itu. Aku hingga saat
ini pun masih salut dengan ketrampilan tangannya, perhatian dan dedikasinya.
Karena dengan 7 jahitan di dagu, sedikit sentuhan obat merah di kaki dan tangan
(sedikit banyak, sih) dan beberapa obat dari Puskesmas, totalnya hanya Rp
70.000,00 di tahun 2018
Pusing....aku
terbangun. Kepalaku terasa berputar-putar. Sakit kepala ku yang terhebat
sepanjang usia. Rasanya seperti hilang sadar dan duniamu gelap. Bicara soal
kecelakaan, ini sudah kedua kalinya. Yang pertama, 15 februari tahun 2015.
Kecelakaan dengan motor juga. Bedanya yang itu hampir tertabrak truk. Aku
adalah pengemudi yang sembrono. Berbelok dengan kecepatan tinggi dan terjatuh
di persimpangan jalan, padahal ada truk yang akan melaju. Pandangan mataku
tertuju pada kakakku di motor depan.
Semua
yang melihat di situ, termasuk saudaraku bilang kalau itu adalah keajaiban.
Sebabnya jarak truk itu dan posisi aku yang terjatuh hanya beberapa cm saja.
Truk itu bisa berhenti mendadak tepat pada waktunya! Tuhan baik....
Tahun
2019 ini, Tuhan menyadarkanku sekali lagi bahwa Dia sungguh teramat sangat
baik. Ada malaikat-malaikat tak bersayap di sekelilingku saat ku terjatuh dari
motor. Mereka menyelamatkan motor dan tasku dari tangan orang-orang tak
bertanggung jawab, bahkan mengantarku ke puskesmas hingga membayarkan biaya
berobat. Mereka adalah orang Samaria yang baik hati. Tahun 2015, aku
diselamatkan dari tabrakan truk. Ada malaikat Tuhan yang turut campur serta
agar truk itu bisa berhenti dengan sangat dekat ke badanku. Banyak kesalahanku,
tapi Dia selalu baik padaku.
Kesimpulannya,
apa yang Dia inginkan kulakukan di dunia ini? Masih ada pekerjaan yang Dia
ingin kulakukan dalam kehidupanku ini. Hingga kelak aku mencapai garis
akhir....
Ya,
aku sudah dua kali hampir mendekati maut. Tapi tangan Tuhan senantiasa melindungi.....