Monday, May 25, 2020


Kecelakaan Tunggal dan Pertolongan Tuhan yang Sungguh Nyata
(kisah nyataku, oleh Laura Pohan)

                Pernahkah kamu menyadari bahwa kamu bisa saja sudah tidak berada di dunia ini? Tapi kenyataannya kamu masih ada di dunia ini?
            Aku pernah. Dua kali.
            “Bruakkkkkk!!”
 Sepeda motor itu kehilangan keseimbangan. Untuk beberapa detik aku berusaha menyeimbangkan laju kecepatan itu, tapi.... apa daya. Daguku terhantam dengan kerasnya dan sesaat semua gelap. Sakit dan nyeri yang teramat sangat membuatku hilang sadar. Gelap....hilang...dan pasrah. Di tengah jalan. Ya Tuhan, inikah akhir hidupku? Alam bawah sadarku memanggil.
Ah.... suara-suara itu begitu ributnya. Seakan ada banyak sekali orang. Sempat-sempatnya pun mereka mengomentari kalau badanku cukup berat.  Mereka memanggil-manggil temannya hingga badanku terasa terangkat dan dibawa ke pinggir jalan. Aku seumur hidup pun belum pernah pingsan. Jadi aku menyadari bahwa saat aku tak sanggup membuka mata, aku masih bisa mendengar suara banyak orang. Siapapun. Dengan jelas.
Momen di mana kamu menyadari kalau akhir hidup orang tidak ada yang bisa menentukan, hanya Bapa di Surga. Momen di mana kamu sadar kalau Tuhan mau panggil kamu saat itu juga pasti bisa. Kecuali....memang ada yang perlu kamu selesaikan di muka bumi ini. Untuk kemuliaan namaNya.
Pasrah, aku membuka mata dengan sangat pelan. Nyeri yang teramat sangat membuatku tidak berdaya lagi. Seseorang meminjam lap serbet dari warung dan mengangsurkannya ke aku untuk menutupi luka di dagu. Darah merembes turun ke kerah bajuku, dan juga memercik ke kaca helm. Celanaku robek dan nyeri teramat sangat bagian lengan kanan dan kaki kiri. Aku dibaringkan di kursi panjang kayu depan warung.
Seorang ibu yang tak dikenal memegang handphone- ku sembari menanyakan siapa orang yang bisa dihubungi. Lalu menanyakan pertanyaan seperti mau dibawa ke mana? Mau dibawa ke klinik atau puskesmas? Di antara sadar dan tidak sadar, hanya menjawab satu dan dua kata saja sudah terasa sangat berat.
“Ngga ada yang angkat, mba....ada nomor lain?”
“Sudah bawa saja langsung ke puskesmas. Kalau dibiarkan terlalu lama, pendarahannya bisa bahaya.”
“Mba bisa jalan kan? Ayo kubonceng ke puskesmas yang paling dekat.”
Aku dibantu untuk duduk dengan perlahan-lahan dan dengan tertatih-tatih duduklah aku menuju sepeda motor itu. Kaki rasanya kaku sekali, dan lututku rasanya nyeri. Tangan kiriku terus memegangi kain yang menutup luka robek di dagu. Kain yang sudah bersimbah darah.
Sepanjang perjalanan aku hanya menunduk....pusing. Aku sudah tidak tahu akan dan hendak dibawa ke mana. Pasrah....Aku tidak menyadari kalau ada pasangan suami istri beserta anak mereka yang kecil mengikuti motorku, untuk membantu mengawasi.
Aku menjejak turun dari motor. Setiap langkah terasa sangat berat, ibu yang baik hati itu memegang tanganku. Kurasakan tatapan mata banyak orang mengikutiku. Pasti keadaanku sudah sangat buruk sampai mata mereka terlihat sangat prihatin dan penasaran. Mungkin aku juga kalau di posisi mereka dengan melihat diriku sendiri, akan memberikan tatapan yang sama. Tatapan iba bercampur ingin tahu.
Dokter yang baik hati mengijinkan aku masuk ke ruangannya saat mereka sedang istirahat siang. Dia memakai jas putihnya lagi dan dengan cekatan memeriksa seluruh lukaku. Mulai dari dagu, lengan hingga kaki kanan dan kiri. Dengan sigap, dia membius kulit di sekitar daguku hingga terasa kebas. Aku pun tidak merasakan apa-apa lagi, kecuali di jahitan terakhir karena memang daerah situ sungguh sensitif katanya. Luar biasa dokter di puskesmas Jatiasih itu. Aku hingga saat ini pun masih salut dengan ketrampilan tangannya, perhatian dan dedikasinya. Karena dengan 7 jahitan di dagu, sedikit sentuhan obat merah di kaki dan tangan (sedikit banyak, sih) dan beberapa obat dari Puskesmas, totalnya hanya Rp 70.000,00 di tahun 2018
Pusing....aku terbangun. Kepalaku terasa berputar-putar. Sakit kepala ku yang terhebat sepanjang usia. Rasanya seperti hilang sadar dan duniamu gelap. Bicara soal kecelakaan, ini sudah kedua kalinya. Yang pertama, 15 februari tahun 2015. Kecelakaan dengan motor juga. Bedanya yang itu hampir tertabrak truk. Aku adalah pengemudi yang sembrono. Berbelok dengan kecepatan tinggi dan terjatuh di persimpangan jalan, padahal ada truk yang akan melaju. Pandangan mataku tertuju pada kakakku di motor depan.
Semua yang melihat di situ, termasuk saudaraku bilang kalau itu adalah keajaiban. Sebabnya jarak truk itu dan posisi aku yang terjatuh hanya beberapa cm saja. Truk itu bisa berhenti mendadak tepat pada waktunya! Tuhan baik....
Tahun 2019 ini, Tuhan menyadarkanku sekali lagi bahwa Dia sungguh teramat sangat baik. Ada malaikat-malaikat tak bersayap di sekelilingku saat ku terjatuh dari motor. Mereka menyelamatkan motor dan tasku dari tangan orang-orang tak bertanggung jawab, bahkan mengantarku ke puskesmas hingga membayarkan biaya berobat. Mereka adalah orang Samaria yang baik hati. Tahun 2015, aku diselamatkan dari tabrakan truk. Ada malaikat Tuhan yang turut campur serta agar truk itu bisa berhenti dengan sangat dekat ke badanku. Banyak kesalahanku, tapi Dia selalu baik padaku.
Kesimpulannya, apa yang Dia inginkan kulakukan di dunia ini? Masih ada pekerjaan yang Dia ingin kulakukan dalam kehidupanku ini. Hingga kelak aku mencapai garis akhir....
Ya, aku sudah dua kali hampir mendekati maut. Tapi tangan Tuhan senantiasa melindungi.....

Kekuatan di hidupku, kudapat dalam Yesus. Dia tak pernah meninggalkanku, setia menopangku. Berseru, berharap hanya padaNya. Ajaib Kau Tuhan, penuh kuasa....sanggup pulihkan keadaanku. Dalam tanganMu seluruh hidupku, tak pernah goyah selamanya

No comments:

Post a Comment

8 Hari Sebelum Natal

Melihat ke bulan Januari 2021 sampai dengan saat ini. Merefleksikan diri, dan memahami semua yang terjadi. Banyak salah, aku ingin memperbai...