Sunday, March 25, 2018

Cerpen : Pesan Ibu


                                                          Pesan Ibu      

“Beliin!!!” tangis Erik memecah seantero ruangan, membuat beberapa pengunjung toko menoleh ke arah mereka, Muka sang ayah sudah memerah karena malu, masalahnya beberapa orang sudah mulai berbisik-bisik sambil melihat mereka. Jeritan anaknya memang kencang sekali, mungkin turunan dari sang kakek yang konon pada jaman dulu merupakan penyanyi seriosa terkenal di abadnya.
“Udahlah ma, belikan saja. Malu nih diliatin orang!” katanya memohon pada istrinya yang bersikeras dengan pendiriannya. Toko itu dipenuhi mainan-mainan yang beraneka ragam termasuk mainan robot favorit si anak. Dia bisa bergerak ke kiri dan kanan sesuai kontrol dari pemiliknya, desain mutakhir, dan paling terbaru dari semua seri mainan yang sudah dipunyai Erik, anak satu-satunya itu.
“Nggak! Papa ini suka manjain anak, mama nggak mau!” bantah istrinya, “Tidak baik selalu mengabulkan keinginan anak, pa. Apalagi kalau dari kecil, setiap dia menangis seperti itu kita kabulkan keinginannya.” Ia melirik ke arah anaknya yang masih sesenggukan lalu duduk mensejajari dan menatap lurus ke kedua mata anaknya, “ SShhhh….Anak laki nggak boleh nangis ya, masak ngga dibeliin mainan terus mewek, yuk ah!” Erik terdiam sambil masih sedikit sesenggukan, tapi dia menurut saja waktu sang ibu menggandeng tangannya pulang
“Ini ibu kasih celengan!” Ibunya datang dengan celengan berbentuk robot favoritnya. Erik baru pertama punya celengan, diterimanya itu dengan mata membelalak. “Itu untuk kamu menyimpan uang, jadi kalau kamu dapat uang jajan disisihkan sedikit ya….”Ibunya menjelaskan dengan senyuman lebar, selebar dan seluas angan-angannya terhadap masa depan Erik. “Jadi kalau mau beli sesuatu yang kamu idamkan, harus menabung dulu ya.. Nanti ayah dan ibu bantu kok, yang penting kamu ada usaha juga. Ya kan yah?” “Jelas dong.” Sahut ayahnya mengedipkan mata sambil melihat dari balik koran.
“Erikkkk, nggak jajan?” tanya temannya di sekolah suatu waktu saat Erik di kelas membuka kotak makannya, nasi lengkap dengan lauk favorit masakan ibunya dan sedikit sayuran. “Nggak Jun, Erik udah bawa makanan. Nggak jajan.” Erik tersenyum sambil membuka kotak makanannya, “Tapi nanti habis makan, Erik gabung kok main keluar kelas.” Temannya manggut-manggut, tumben, pikirnya, biasanya Erik yang paling pertama lari keluar kelas dan tujuannya pasti ke kantin, entah beli permen, coklat, dll.
“Jajan boleh sekali-kali ya, tapi sisihkan sedikit.” Dia teringat pesan ibunya. Celengan bergambar robot itu memberikan dia motivasi baru, hari demi hari dengan semangat Erik menyisihkan sedikit dari jajannya, dan tanpa sepengetahuannya si ayah juga memasukkan sisa recehan uang parkir ke dalam celengannya.
Cring! Cring! Cring! Bunyi logam bergemerincing waktu Erik mengeluarkan semua isi di dalamnya, banyak logam dan beberapa uang kertas, dalam jangka waktu 2 bulan celengan mungil itu sudah penuh, tidak sia-sia pengorbanan Erik! Dia menghitung dengan dibantu ibunya, wah lumayan banyak, bisa untuk beli mainan yang diincar Erik! Pikirnya semangat, tapi dia ingat dirinya pernah janji sama temannya untuk patungan menyumbang untuk ibu temannnya yang sedang sakit. Erik jadi sedih lagi, mukanya tiba-tiba suram….
“Loh, kenapa Erik kok tiba-tiba diam? Jadi nggak mau diantar ayah ke toko mainan sore ini? Ibu mau titip belanjaan juga sekalian” tanya ibu heran.
“Erik janji sama Mauli dan beberapa temen lain, patungan buat ibunya Nanda yang lagi sakit.” Jawab Erik sambil merapikan recehannya ke dalam kantong plastik, ‘Erik belum bisa beli mainan.”
“Ooohhh….” Ibunya terpana, hatinya terenyuh “Jadi Erik ngga jadi beli mainan dulu ya…ditunda dulu.”
“Iyaaaa…..” Erik sedikit sedih, tapi  kesedihannya hanya sesaat lalu dia tersenyum lagi, senyuman polos seorang anak “Tapi ngga apa ma, yang penting ibu Nanda sehat lagi. Nanda itu anaknya baik dan ceria. Kasian dia sekarang mukanya sedih terus.”
“Memang Erik mau kasih berapa?” tanya ibunya heran.
“Setengah dari semua celengan Erik, ma….” Jawaban Erik membuat ibunya terdiam.
Erik masih terus membereskan sisa uang logamnya saat ayahnya ikut masuk, mungkin dia mendengarkan sedari tadi di balik pintu, “Erik….” Panggilnya “ Tadi kakekmu datang dan dia titip amplop ini sama Erik.”
Erik menerima amplop itu, membuka dan matanya berbinar-binar “Wah yah, ini melebihi jumlah sebagian celengan Erik!” jeritnya kegirangan. “Iya nak….” Sahut ayahnya memeluk Erik, “Pertahankan sifatmu ya nak, menabung itu penting dan kepedulian terhadap temanmu lebih penting lagi. Semua itu perlu usaha, Erik.”
“Iya yah….” Sahut Erik tersenyum bangga. Jalan hidupnya masih panjang dan masih banyak yang perlu dia pelajari, tapi dengan ayah dan ibu rasanya dia dia tidak perlu merasa khawatir. Sementara waktu Erik masih mandi untuk kemudian bersiap-siap ke toko mainan, ibunya mencubit lengan si ayah dengan gemas, “Kapan kakek datang?” Sementara ayahnya hanya tersenyum-senyum sambil mengambil kunci mobil.

No comments:

Post a Comment

8 Hari Sebelum Natal

Melihat ke bulan Januari 2021 sampai dengan saat ini. Merefleksikan diri, dan memahami semua yang terjadi. Banyak salah, aku ingin memperbai...