Pesan Ibu
“Beliin!!!”
tangis Erik memecah seantero ruangan, membuat beberapa pengunjung toko menoleh
ke arah mereka, Muka sang ayah sudah memerah karena malu, masalahnya beberapa
orang sudah mulai berbisik-bisik sambil melihat mereka. Jeritan anaknya memang
kencang sekali, mungkin turunan dari sang kakek yang konon pada jaman dulu
merupakan penyanyi seriosa terkenal di abadnya.
“Udahlah
ma, belikan saja. Malu nih diliatin orang!” katanya memohon pada istrinya yang
bersikeras dengan pendiriannya. Toko itu dipenuhi mainan-mainan yang beraneka
ragam termasuk mainan robot favorit si anak. Dia bisa bergerak ke kiri dan
kanan sesuai kontrol dari pemiliknya, desain mutakhir, dan paling terbaru dari
semua seri mainan yang sudah dipunyai Erik, anak satu-satunya itu.
“Nggak!
Papa ini suka manjain anak, mama nggak mau!” bantah istrinya, “Tidak baik
selalu mengabulkan keinginan anak, pa. Apalagi kalau dari kecil, setiap dia
menangis seperti itu kita kabulkan keinginannya.” Ia melirik ke arah anaknya
yang masih sesenggukan lalu duduk mensejajari dan menatap lurus ke kedua mata
anaknya, “ SShhhh….Anak laki nggak boleh nangis ya, masak ngga dibeliin mainan
terus mewek, yuk ah!” Erik terdiam sambil masih sedikit sesenggukan, tapi dia menurut
saja waktu sang ibu menggandeng tangannya pulang
“Ini
ibu kasih celengan!” Ibunya datang dengan celengan berbentuk robot favoritnya.
Erik baru pertama punya celengan, diterimanya itu dengan mata membelalak. “Itu
untuk kamu menyimpan uang, jadi kalau kamu dapat uang jajan disisihkan sedikit
ya….”Ibunya menjelaskan dengan senyuman lebar, selebar dan seluas
angan-angannya terhadap masa depan Erik. “Jadi kalau mau beli sesuatu yang kamu
idamkan, harus menabung dulu ya.. Nanti ayah dan ibu bantu kok, yang penting
kamu ada usaha juga. Ya kan yah?” “Jelas dong.” Sahut ayahnya mengedipkan mata
sambil melihat dari balik koran.
“Erikkkk,
nggak jajan?” tanya temannya di sekolah suatu waktu saat Erik di kelas membuka
kotak makannya, nasi lengkap dengan lauk favorit masakan ibunya dan sedikit
sayuran. “Nggak Jun, Erik udah bawa makanan. Nggak jajan.” Erik tersenyum
sambil membuka kotak makanannya, “Tapi nanti habis makan, Erik gabung kok main
keluar kelas.” Temannya manggut-manggut, tumben, pikirnya, biasanya Erik yang
paling pertama lari keluar kelas dan tujuannya pasti ke kantin, entah beli
permen, coklat, dll.
“Jajan
boleh sekali-kali ya, tapi sisihkan sedikit.” Dia teringat pesan ibunya.
Celengan bergambar robot itu memberikan dia motivasi baru, hari demi hari
dengan semangat Erik menyisihkan sedikit dari jajannya, dan tanpa
sepengetahuannya si ayah juga memasukkan sisa recehan uang parkir ke dalam
celengannya.
Cring!
Cring! Cring! Bunyi logam bergemerincing waktu Erik mengeluarkan semua isi di
dalamnya, banyak logam dan beberapa uang kertas, dalam jangka waktu 2 bulan
celengan mungil itu sudah penuh, tidak sia-sia pengorbanan Erik! Dia menghitung
dengan dibantu ibunya, wah lumayan banyak, bisa untuk beli mainan yang diincar
Erik! Pikirnya semangat, tapi dia ingat dirinya pernah janji sama temannya
untuk patungan menyumbang untuk ibu temannnya yang sedang sakit. Erik jadi
sedih lagi, mukanya tiba-tiba suram….
“Loh,
kenapa Erik kok tiba-tiba diam? Jadi nggak mau diantar ayah ke toko mainan sore
ini? Ibu mau titip belanjaan juga sekalian” tanya ibu heran.
“Erik
janji sama Mauli dan beberapa temen lain, patungan buat ibunya Nanda yang lagi
sakit.” Jawab Erik sambil merapikan recehannya ke dalam kantong plastik, ‘Erik
belum bisa beli mainan.”
“Ooohhh….”
Ibunya terpana, hatinya terenyuh “Jadi Erik ngga jadi beli mainan dulu
ya…ditunda dulu.”
“Iyaaaa…..”
Erik sedikit sedih, tapi kesedihannya
hanya sesaat lalu dia tersenyum lagi, senyuman polos seorang anak “Tapi ngga
apa ma, yang penting ibu Nanda sehat lagi. Nanda itu anaknya baik dan ceria.
Kasian dia sekarang mukanya sedih terus.”
“Memang
Erik mau kasih berapa?” tanya ibunya heran.
“Setengah
dari semua celengan Erik, ma….” Jawaban Erik membuat ibunya terdiam.
Erik
masih terus membereskan sisa uang logamnya saat ayahnya ikut masuk, mungkin dia
mendengarkan sedari tadi di balik pintu, “Erik….” Panggilnya “ Tadi kakekmu
datang dan dia titip amplop ini sama Erik.”
Erik
menerima amplop itu, membuka dan matanya berbinar-binar “Wah yah, ini melebihi
jumlah sebagian celengan Erik!” jeritnya kegirangan. “Iya nak….” Sahut ayahnya
memeluk Erik, “Pertahankan sifatmu ya nak, menabung itu penting dan kepedulian
terhadap temanmu lebih penting lagi. Semua itu perlu usaha, Erik.”
“Iya
yah….” Sahut Erik tersenyum bangga. Jalan hidupnya masih panjang dan masih
banyak yang perlu dia pelajari, tapi dengan ayah dan ibu rasanya dia dia tidak
perlu merasa khawatir. Sementara waktu Erik masih mandi untuk kemudian
bersiap-siap ke toko mainan, ibunya mencubit lengan si ayah dengan gemas,
“Kapan kakek datang?” Sementara ayahnya hanya tersenyum-senyum sambil mengambil
kunci mobil.
No comments:
Post a Comment